Senin, 06 September 2010
London - Baru satu tahun melatih di Inggris, Carlo Ancelotti sudah menuai kesuksesan yang terhitung bagus untuk pendatang sepertinya. Namun Ancelotti menilai masih banyak yang harus dipelajarinya untuk jadi pelatih hebat.
Setelah delapan tahun menangani AC Milan dan bergemilangan gelar, Ancelotti memutuskan hijrah ke Chelsea musim panas lalu. Sebuah perjudian juga mengingat perbedaan kultur sepakbola dan bahasa bisa jadi penghalang bagi pria Italia 51 tahun itu.
Namun kenyataan berbicara lain, di klub asal London Barat itu tangan dingin Ancelotti pun ternyata masih bertuah dan hasilnya adalah ia memberi gelar dobel yaitu Liga Primer dan Piala FA yang baru kali pertama direbut The Blues.
Di awal musim pun ia menorehkan trofi Community Shield setelah mengalahkan Manchester United. Tak hanya itu Chelsea pun dibawanya mengakhiri musim dengan torehan 103 gol yang merupakan rekor tertinggi sejak Liga Inggris bergulir 1992.
Musim berganti dan Ancelotti menjalani tahun keduanya di Stamford Bridge. Jalan pun tak selalu mulus di mana ia sudah kalah di laga perdana di Community Shield dari MU dengan skor 1-3.
Keraguan pun sempat muncul karena Chelsea di musim panas ini praktis tak banyak melakukan pembelian dan melepas banyak pilar seniornya. Namun tiga laga awal setidaknya bisa menepis anggapan itu di mana Chelsea selalu meraih nilai sempurna dan mencetak 14 gol tanpa kebobolan.
Puaskah Ancelotti? Belum dan ia pun masih ingin terus meningkatkan kemampuan melatihnya karena ia merasa belum mencapai titik puncaknya. Bagi Ancelotti ukuran kesuksesan dirinya bila ia sudah mencapai level seperti para manajer hebat yang sempat berseliweran di Liga Inggris.
"Aku senang melihat sesi latihan (Jose) Mourinho, (Sir Alex) Ferguson atau (Arsene) Wenger, " ungkap Ancelotti kepada Telegraph yang dilansir Sky Sports.
"Aku bisa lebih baik lagi. Jika mereka mengajakku untuk datang ke sana, aku akan senang. Tiga tahun lalu, aku bertanya apakah aku atau asistenku bisa melihat sesi latihan lainnya, namun beberapa pelatih kurang senang dengan cara ini," lanjutnya.
"Ketika aku mengakhiri karirku sebagai pemain, Aku pergi dan melihat (Giovanni) Trapattoni dan Marcello Lippi berlatih. Aku melihat Roy Hodgson melatih Swiss. Dia mempersiapkan latihan dengan baik. Sangat penting bagiku untuk melihatnya," demikian dia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar